Taman Nasional Gunung Gede-Pangrango (TNGGP)
merupakan hutan hujan tropis seperti kebanyakan tersebar di Indonesia yang
membentang di bagian Jawa Barat, dengan Puncak Gede (2958 mdpl) dan Pangrango
(3019mdpl) sebagai titik tertinggi. Hutan seluas 22.851, 03 Ha dengan pintu
masuk Cibodas yang berjarak 100 km dari Jakarta dan 89km dari Bandung ini,
dahulunya merupakan habitat macan tutul, owa jawa, kepik raksasa, berbagai
jenis kumbang, lutung, dan elang jawa yang populasinya mendekati punah.
untuk mendaki ke Gunung Gede/Pangrango pengunjung harus
registrasi online 7-30 hari sebelum hari –H. Pendaftaran dapat dilakukan di http://booking.gedepangrango.org
Dari gedung registrasi, perjalanan pun dimulai
dengan melewati jalan setapak berbentuk tangga-tangga berbatu. Di kiri-kanan
jalan setapak masih berupa taman-taman yang merupakan bagian dari taman wisata
Cibodas. Sepuluh menit perjalanan, kita akan menemukan gerbang TNGGP yang
sebenarnya. Disini kita harus registrasi ulang, barang bawaan akan diperiksa,
dan kemungkinan sampah yang akan dihasilkan juga di-list dengan tujuan
sampah-sampah tersebut dibawa turun kembali dan tidak dibuang sembarangan di
hutan.
Dari gerbang registrasi ulang perjalanan
dilanjutkan dengan masih jalan setapak berbatu. Lima belas menit kemudian kita
akan menemukan telaga biru. Dan setengah jam perjalanan berikutnya kita akan
tiba di persinggahan Panyangcangan. Perjalanan menuju persinggahan ini, selain
jalan setapak berbatu juga banyak jembatan kayu yang dibeberapa tempat agak
rapuh, jadi kita harus sangat hati-hati melewatinya. Tempat ini juga merupakan
pertigaan. Kalau lurus akan menuju ke air terjun Cibeureum, sedangkan jika
ingin ke Puncak Gede/Pangrango, maka kita harus berbelok ke kiri.
Setelah kurang lebih setengah jam bermain-main di
Air Terjun Cibeureum, perjalanan dilanjutkan dengan Sumber Air Panas sebagai
tujuan awal. Dari Panyangcangan ke air panas, jalanan mulai menanjak dan
berjarak sekitar 2.8km. di sini kita harus berhati-hati karena melewati jalan
sempit, licin, dan berbatu, juga dialiri air panas. Jika air sedang surut, kita
dapat berjalan di atas bebatuan, tetapi jika aliran sedang deras, siap-siap
saja terkena air belerang dengan temperatur mencapai 65°C.
Kami memutuskan untuk berhenti sejenak di
lapangan terbuka dekat sumber air panas untuk makan siang. Waktu sudah
menunjukkan pukul 15.30 jadi sudah sewajarnya perut pun minta diisi. Sambil
menunggu makanan matang, mendirikan tenda di tempat itu. Awalnya direncanakan
akan berjalan malam hari sampai ke Kandang Badak, kurang lebih 2.3km dari
tempat tersebut. Tetapi karena hujan tak kunjung berhenti, Sekitar jam sebelas
karena sudah kelaparan akhirnya kami memutuskan untuk memasak di tengah
kegelapan malam. Untungnya hujan sudah mulai reda dan kering satu jam kemudian.
Setelah hujan reda langit menjadi cerah, walaupun tidak ada bulan karena memang
sudah saatnya bulan tua, tetapi bintang bertaburan. Meskipun tertutup pepohonan
. Untung juga kami nge-camp disini, karena berada ditepi aliran air
panas. Keesokan harinya, setelah shalat subuh dan sarapan, perjalanan pun
dilanjutkan. Kurang lebih 100 meter dari tempat kami mendirikan tenda, terdapat
banyak tenda-tenda para pendaki lain. Ternyata itu adalah Kandang Batu, tempat
persinggahan sebelum Kandang Badak. Setelah berjalan kurang lebih 3 jam dan
bertemu dengan beberapa rombongan yang akan turun kami pun tiba di Kandang
Badak. Di tempat ini juga banyak yang mendirikan tenda, mungkin karena
tempatnya yang luas dan ada sumber air.
Dari Kandang Badak, puncak gede masih kurang
lebih 3km dan jalannya pun semakin terjal. Klimaks pun tercapai saat harus
melewati tanjakan terjal hampir sembilan puluh derajat. Tanjakan ini sampai
disebut Tanjakan Setan karena ‘kondisi’-nya. Untungnya disediakan tali
bersimpul untuk pegangan saat memanjat. Dari tanjakan setan harusnya terlihat
puncak Pangrango, sayangnya turun kabut, jadi tidak terlihat deh..
Kurang lebih 300meter (pengukuran sotoy) kemudian akhirnya tibalah di puncak Setelah berjalan dari jam tujuh pagi, sampai juga di puncak. Saat itu waktu sudah menunjukkan pukul setengah satu siang. Melihat kawah dan tiang pancang 2958mdpl, penat yang tadi ditahan-
Turun ke arah timur Puncak Gede, kurang dari
setengah jam kita akan disuguhi Padang rumput dan edelweiss yang sangat luas
yang diberi nama Alun-alun Surya Kencana. Konon katanya, tempat ini merupakan
tempat peristirahatan Pangeran Surya Kencana dan di saat-saat tertentu, pendaki
bisa mendengarkan suara tapak kuda yang diduga rombongan Pangeran dan
prajuritnya.
Tempat terbuka ini benar-benar bikin nyaman.
Angin sepoi-sepoinya membuat mata mengantuk. Tapi baru sebentar saja kabut
tebal menerpa. Hawa dingin menusuk tulang membuat kepala saya tiba-tiba nge-blank
ditambah lagi ternyata sumber air sedang kering. Akhirnya dengan air seadanya
dan terpaan kabut berangin kami pun memasak makan siang.,
Perjalanan dari Alun-alun Surya Kencana akan
melewati 5 pos. Tapi hanya dua pos yang diberi tanda. Yang satu bertuliskan
“Simpang Maleber, 2600mdpl” dan di pos terakhir “Buntut Lutung, 2250mdpl”
(kalau saya tidak salah lihat). Normalnya perjalanan dapat ditempuh selama 5
jam,
keren
BalasHapusmakasih ....
Hapus