Pages

Minggu, 23 September 2012

Pendakian Gunung G. Gede 5 - 7 Des 2010..



Taman Nasional Gunung Gede-Pangrango (TNGGP) merupakan hutan hujan tropis seperti kebanyakan tersebar di Indonesia yang membentang di bagian Jawa Barat, dengan Puncak Gede (2958 mdpl) dan Pangrango (3019mdpl) sebagai titik tertinggi. Hutan seluas 22.851, 03 Ha dengan pintu masuk Cibodas yang berjarak 100 km dari Jakarta dan 89km dari Bandung ini, dahulunya merupakan habitat macan tutul, owa jawa, kepik raksasa, berbagai jenis kumbang, lutung, dan elang jawa yang populasinya mendekati punah.

untuk mendaki ke Gunung Gede/Pangrango pengunjung harus registrasi online 7-30 hari sebelum hari –H. Pendaftaran dapat dilakukan di http://booking.gedepangrango.org


Gedung Registrasi TNGGP

Dari gedung registrasi, perjalanan pun dimulai dengan melewati jalan setapak berbentuk tangga-tangga berbatu. Di kiri-kanan jalan setapak masih berupa taman-taman yang merupakan bagian dari taman wisata Cibodas. Sepuluh menit perjalanan, kita akan menemukan gerbang TNGGP yang sebenarnya. Disini kita harus registrasi ulang, barang bawaan akan diperiksa, dan kemungkinan sampah yang akan dihasilkan juga di-list dengan tujuan sampah-sampah tersebut dibawa turun kembali dan tidak dibuang sembarangan di hutan.

Gerbang Taman Nasional Gunung Gede Pangrango

Dari gerbang registrasi ulang perjalanan dilanjutkan dengan masih jalan setapak berbatu. Lima belas menit kemudian kita akan menemukan telaga biru. Dan setengah jam perjalanan berikutnya kita akan tiba di persinggahan Panyangcangan. Perjalanan menuju persinggahan ini, selain jalan setapak berbatu juga banyak jembatan kayu yang dibeberapa tempat agak rapuh, jadi kita harus sangat hati-hati melewatinya. Tempat ini juga merupakan pertigaan. Kalau lurus akan menuju ke air terjun Cibeureum, sedangkan jika ingin ke Puncak Gede/Pangrango, maka kita harus berbelok ke kiri.


Setelah kurang lebih setengah jam bermain-main di Air Terjun Cibeureum, perjalanan dilanjutkan dengan Sumber Air Panas sebagai tujuan awal. Dari Panyangcangan ke air panas, jalanan mulai menanjak dan berjarak sekitar 2.8km. di sini kita harus berhati-hati karena melewati jalan sempit, licin, dan berbatu, juga dialiri air panas. Jika air sedang surut, kita dapat berjalan di atas bebatuan, tetapi jika aliran sedang deras, siap-siap saja terkena air belerang dengan temperatur mencapai 65°C.




Kami memutuskan untuk berhenti sejenak di lapangan terbuka dekat sumber air panas untuk makan siang. Waktu sudah menunjukkan pukul 15.30 jadi sudah sewajarnya perut pun minta diisi. Sambil menunggu makanan matang, mendirikan tenda di tempat itu. Awalnya direncanakan akan berjalan malam hari sampai ke Kandang Badak, kurang lebih 2.3km dari tempat tersebut. Tetapi karena hujan tak kunjung berhenti, Sekitar jam sebelas karena sudah kelaparan akhirnya kami memutuskan untuk memasak di tengah kegelapan malam. Untungnya hujan sudah mulai reda dan kering satu jam kemudian. Setelah hujan reda langit menjadi cerah, walaupun tidak ada bulan karena memang sudah saatnya bulan tua, tetapi bintang bertaburan. Meskipun tertutup pepohonan . Untung juga kami nge-camp disini, karena berada ditepi aliran air panas. Keesokan harinya, setelah shalat subuh dan sarapan, perjalanan pun dilanjutkan. Kurang lebih 100 meter dari tempat kami mendirikan tenda, terdapat banyak tenda-tenda para pendaki lain. Ternyata itu adalah Kandang Batu, tempat persinggahan sebelum Kandang Badak. Setelah berjalan kurang lebih 3 jam dan bertemu dengan beberapa rombongan yang akan turun kami pun tiba di Kandang Badak. Di tempat ini juga banyak yang mendirikan tenda, mungkin karena tempatnya yang luas dan ada sumber air.

Dari Kandang Badak, puncak gede masih kurang lebih 3km dan jalannya pun semakin terjal. Klimaks pun tercapai saat harus melewati tanjakan terjal hampir sembilan puluh derajat. Tanjakan ini sampai disebut Tanjakan Setan karena ‘kondisi’-nya. Untungnya disediakan tali bersimpul untuk pegangan saat memanjat. Dari tanjakan setan harusnya terlihat puncak Pangrango, sayangnya turun kabut, jadi tidak terlihat deh..




Tanjakan Setan
Kurang lebih 300meter (pengukuran sotoy) kemudian akhirnya tibalah di puncak Setelah berjalan dari jam tujuh pagi, sampai juga di puncak. Saat itu waktu sudah menunjukkan pukul setengah satu siang. Melihat kawah dan tiang pancang 2958mdpl, penat yang tadi ditahan-


Turun ke arah timur Puncak Gede, kurang dari setengah jam kita akan disuguhi Padang rumput dan edelweiss yang sangat luas yang diberi nama Alun-alun Surya Kencana. Konon katanya, tempat ini merupakan tempat peristirahatan Pangeran Surya Kencana dan di saat-saat tertentu, pendaki bisa mendengarkan suara tapak kuda yang diduga rombongan Pangeran dan prajuritnya.







Puncak Gede dari Surya Kencana

Tempat terbuka ini benar-benar bikin nyaman. Angin sepoi-sepoinya membuat mata mengantuk. Tapi baru sebentar saja kabut tebal menerpa. Hawa dingin menusuk tulang membuat kepala saya tiba-tiba nge-blank ditambah lagi ternyata sumber air sedang kering. Akhirnya dengan air seadanya dan terpaan kabut berangin kami pun memasak makan siang.,

Perjalanan dari Alun-alun Surya Kencana akan melewati 5 pos. Tapi hanya dua pos yang diberi tanda. Yang satu bertuliskan “Simpang Maleber, 2600mdpl” dan di pos terakhir “Buntut Lutung, 2250mdpl” (kalau saya tidak salah lihat). Normalnya perjalanan dapat ditempuh selama 5 jam,




2 komentar:

 

cerita dari teman

Jalur Pendakian Gunung Lawu Gunung Lawu (3.265 m) berdiri kokoh diperbatasan antara Jawa Tengah dan Jawa Timur, banyak menyimpan sejuta misteri dan legenda. Dalam legenda Gunung Lawu dipercayai sebagai tempat bertapanya Raden Brawijaya atau dikenal dengan Sunan Lawu setelah mengundurkan diri dari kerajaan Majapahit, dan beliau dipercaya sebagai penguasa seluruh makhluk yang ada di Gunung Lawu. Gunung Lawu juga mempunyai kawah yang namanya sangat terkenal yakni Kawah Condrodimuko, yang dipercaya masyarakat sekitar sebagai tempat menggodok tokoh pewayangan yaitu Raden Gatutkaca, salah satu dari Pandawa Lima. Di gunung ini juga banyak tempat-tempat keramat antara lain Sendang Drajat, Argo Dalem, Argo Dumilah, Pasar Dieng, Batu Tugu "Punden Berundak", Lumbung Selayur, Telaga Kuning dan masih banyak lagi. Gunung ini juga ditumbuhi bunga Edelweis berwarna merah muda, kuning dan putih. Gunung Lawu menyimpan misteri pada masing-masing dari tiga puncak utamanya dan menjadi tempat yang dimitoskan sebagai tempat sakral di Tanah Jawa. Harga Dalem diyakini sebagai tempat pamoksan Prabu Bhrawijaya Pamungkas, Harga Dumiling diyakini sebagai tempat pamoksan Ki Sabdopalon, dan Harga Dumilah merupakan tempat yang penuh misteri yang sering dipergunakan sebagai ajang menjadi kemampuan olah batin dan meditasi. Setiap orang yang hendak pergi ke puncaknya harus memahami berbagai larangan tidak tertulis untuk tidak melakukan sesuatu, baik bersifat perbuatan maupun perkataan. Bila pantangan itu dilanggar di pelaku diyakini bakal bernasib naas. Tempat-tempat lain yang diyakini misterius oleh penduduk setempat yakni: Sendang Inten, Sendang Drajat, Sendang Panguripan, Sumur Jalatunda, Kawah Candradimuka, Repat Kepanasan/Cakrasurya, dan Pringgodani. Desa Cemoro Sewu maupun dukuh Cemoro kandang yang hanya berjarak sekitar 1 kilometer merupakan gerbang pendakian ke puncak Lawu atau lebih dikenal dengan nama Argo Dumilah, letaknya berada tidak jauh dari kota dan dilintasi oleh jalan raya tertinggi di pulau Jawa yaitu sekitar 1.878 meter dari permukaan air laut. Karena letaknya yang mudah dijangkau, Gunung Lawu ini banyak dikunjungi pendaki pada Minggu dan hari-hari libur. Bahkan pada bulan Suro (Tahun Baru menurut penanggalan Jawa), kita akan menemui bahwa mereka yang mendaki bukan saja untuk ke puncak gunung Lawu, tetapi juga banyak diantaranya adalah peziarah, pertapa dan berbagai tujuan lainnya. Kedua daerah gerbang pendakian tersebut merupakan daerah berbentuk saddle antara daerah tujuan wisata Sarangan yang terkenal dengan danaunya dan Tawangmangu dengan air terjunnya. Kedua jalur Selatan ini adalah yang paling banyak dilalui karena jalurnya mudah dan pemandangannya sangat indah. Untuk mencapai daerah ini. Dari arah Surabaya menuju Madiun diteruskan ke Magetan dengan bus, kemudian naik colt menuju Sarangan (1.286 m.dpl), dari sini kita naik colt jurusan Tawangmangu turun di Cemoro Sewu atau Cemoro Kandang. Kalau dari arah Solo, kita naik bus menuju Tawangmangu (1.000 m.dpl), lalu naik colt jurusan Sarangan berhenti di Cemoro Kandang atau Cemoro Sewu. Angkutan umum/colt dari Tawangmangu ke Sarangan atau arah sebaliknya agak sulit ditemui mulai pukul 16.00 wib. Segala fasilitas umum antara lain hotel, wartel yang paling dekat adalah di daerah wisata Sarangan terletak 5 kilometer dari Cemoro Sewu atau di Tawangmangu yang juga merupakan tempat wisata. Walau demikian, kita dapat menginap dirumah-rumah penduduk. Kita juga bisa memenuhi kebutuhan logistik tambahan untuk pendakian di warung-warung yang ada di desa gerbang pendakian ini. Gerbang Jawa Timur ,lewat Desa Cemoro Sewu Desa Cemoro Sewu (1.800 m dpl) kecamatan Plaosan Kabupaten Magetan merupakan gerbang pendakian dari jalur Jawa Timur adalah daerah yang sangat subur. Daerah yang dihuni 20 keluarga dengan mata pencaharian utama adalah bertani ini tampak hijau, bersih sehingga menyejukkan mata yang melihatnya. Penduduknya sangat rukun, suka gotong-royong, ramah terhadap para pendatang dan sangat peduli terhadap kebersihan lingkunganya, ini terbukti dengan didapatnya tropi Jawa Timur tahun 1991 dan Kalpataru untuk katagori Pengabdi Lingkungan tahun 1992 oleh Bapak Sardi Kamituwo desa Cemoro Sewu. Jalur yang dimulai dari Cemoro Sewu (1.800 m.dpl) ini adalah yang paling sering digunakan untuk pendakian, panjangnya 6.5 km, berupa jalan makadam mulai desa sampai mendekati puncak. Di desa Cemoro Sewu ini kita mempersiapkan air untuk perjalanan naik dan turun. Kita akan melewati hutan pinus dan akasia di sisi kiri dan kanan sampai pada ketinggian lk 3.000 m dpl. Dalam pendakian ini kita akan melewati 4 buah pos pada ketinggian 2.100 m, 2.300 m, 2.500 m dan sampai di pos IV dengan ketinggian 2.800 m dpl dengan waktu 4 - 5 jam. Setelah pos IV ini pepohonan mulai rendah sampai kita harus menyusur punggungan, jalannya berupa tanah mendatar dan di sisi kanan terdapat jurang. Kurang lebih 10 menit kita akan sampai di Sendang Drajat, sebuah sumber air yang dianggap keramat oleh para peziarah. Di daerah sini biasanya juga digunakan untuk bertapa oleh orang-orang yang percaya bahwa akan mendapat "ilmu". Disini terdapat gua selebar 2 meter yang dapat kita pakai untuk bermalam. Didepan gua terdapat lubang sekitar satu meter yang kadangkala dapat ditemukan air. Jika tidak mau menginap di Sendang Drajat, kita dapat berjalan terus ke Argo Dalem, dengan melewati punggungan bukit sekitar 30 menit, kita akan menemukan pertigaan yang kekiri langsung menuju puncak Argo Dumilah ( 3.265 m dpl) sedang ke kanan menuju ke Argo Dalem (3.148m dpl). Dari pertigaan ini, untuk menuju puncak Argo Dumilah hanya membutuhkan waktu 10 menit. Alun-alun Argo Dalem merupakan hamparan padang terbuka bervegetasi perdu, memungkinkan kita untuk melihat kearah puncak maupun kelembah di bawahnya. Ada pondok utama yang biasanya menjadi tujuan peziarah yang datang, lengkap dengan barang-barang persembahannya Puncak Gunung Lawu berupa dataran yang berbukit-bukit dan terdapat titik trianggulasi. Dari arah puncak kita dapat menikmati pemandangan yang sangat menawan. Selain Matahari terbit, bila kita memandang ke arah barat, akan tampak puncak Gunung Merapi dan Merbabu, dan arah timur akan terlihat puncak Gunung Kelud, Butak dan Wilis. Gerbang Jawa Tengah: Desa Cemoro Kandang Jalur yang dimulai dari Desa Cemoro Kandang ini, panjangnya sekitar 12 km, juga paling sering digunakan untuk pendakian, karena tidak terlalu menanjak dan pemandangannya sangat indah. Diseberang gerbang pendakian terdapat warung-warung, juga bisa untuk menambah logistik, air juga harus dipersiapkan disini untuk perjalanan naik sampai turun lagi. Kita mulai perjalanan melalui hutan akasia dan pinus dengan kondisi jalan berbatu kurang lebih 1,5 jam, kita sampai pada PosI Taman Sari bawah. Kemudian kita melewati jalan tanah dari hutan cemara dan pinus selama sekitar 30 menit akan menemui Pos II Taman Sari Atas. Dari sini kita masih melewati hutan dan menyisir bukit, setelah perjalanan selama 2,5 jam kemudian kita sampai di pos III Penggik (2.760 m dpl). Dari pos penggik ini kita menuju ke Pos IV Cokrosuryo dengan melewati hutan, kemudian menyisir bukit, disebelah kiri kita adalah jurang, waktu yang dibutuhkan sekitar 1,5 jam. Jika tidak ingin menginap di Cokrosuryo kita bisa berjalan terus ke Argo Dalem dengan waktu tempuh sekitar 2 jam. Dalam perjalanan ke Argo Dalem kita akan menemui sebuah pos yang rusak di pertigaan yang kekanan ke Argo Dumilah dan yang lurus menuju Argo Dalem. Perlengkapan dan Tips Perjalanan Pendakian ke Gunung Lawu jika melalui Cemoro Kandang membutuhkan waktu 8-9 jam dan 5-6 untuk turun, sedang dari Cemoro Sewu dibutuhkan waktu 6-7 jam untuk pendakian dan 4-5 jam untuk turun. Pakaian yang tahan angin dan tahan air serta peralatan untuk tidur sebaiknya dibawa untuk kenyamanan perjalanan pendakian. Kalau ingin pendakian anda tidak terlalu ramai maka sebaiknya melakukan pendakian pada hari-hari biasa (senin-Jumat) Perijinan dan Pemanduan Untuk perijinan pendakian ke Gunung Lawu sampai saat ini masih belum ada keharusan ijin yang resmi dari instansi-instansi yang memangku daerah pendakian ini, dan anda cukup mendaftarkan diri ke petugas yang ada di pos pendakian Cemoro Kandang atau ke Bapak Sardi Kamituwo di desa Cemoro Sewu serta meninggalkan kartu pengenal diri. Bila anda ingin mengetahui tempat-tempat yang keramat di gunung ini, sebaiknya anda menggunakan pemandu untuk mengantar anda. Anda bisa menghubungi bapak Sardi untuk membantu kita untuk mencarikan pemandu yang mengetahui tempat-tempat keramat. Bila mengalami keadaan darurat di Gunung Lawu, kecelakaan atau rekan yang hilang, kita bisa menghubungi SAR SATKORLAK UNS Solo Jl. Urip Sumoharjo 110 Mesen Surakarta Telp. (0271) 41799, 47199. Pendakian Gunung Jawa Tengah |

Blogger templates

Blogroll

About